Tekan “High Cost Logistic”, Agung : Harus Dikerjakan Bersama

SURABAYA, BERKASNEWS.COM Program  pemerintah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 tak lepas sektor logistik. Diantaranya perbaikan ease of doing business (indeks kemudahan berbisnis), penurunan biaya logistik, mengurangi disparitas harga antara kawasan barat dan timur, memperbanyak pusat pertumbuhan ekonomi baik pariwisata maupun logistik,  disamping itu ingin membawa Indonesia masuk dalam rantai suplai logistik dunia.

“Permasalahan terkait penataan ekosistem logistik nasional harus dikerjakan bersama secara holistik. Pengembangan maritim termasuk yang mencakup banyak sektor dalam membangun keterpaduan logistik di Indonesia,” Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Agung Kuswandono di webinar Marine Logistics Academy, Senin (17/8) lalu.

Ia  mencontohkan,  Pengembangan pelabuhan yang harus terkoneksi dengan akses jalan, layanan trucking, adanya fasilitas pendukung seperti cold storage untuk komoditas pangan misalnya kata Agung,  Pelabuhan dengan manajemen digital yang efektif perlu dikembangkan untuk operasional yang efisien, selain itu juga yang berkonsep greenport, karena pelabuhan tidak hanya milik industri, tapi lingkungan di sekitarnya juga milik masyarakat.

“Salah satu yang sudah baik dan relatively berstandar internasional adalah Terminal Teluk Lamong (TTL),  Jadi memang harus dikerjakan bersama oleh para pelaku bisnis logistik. Tidak bisa sektoral” tandasnya

Sememtara, Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda dan Keselamatan, Cris Kuntadi membenarkan, bahwa perlu ada terobosan yang dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan logistik. Di antaranya menghidupkan kembali atau membangun jalur kereta api sebagai akses ke pelabuhan, sehingga mengurangi konsumsi BBM untuk truk yang masih mendominasi porsi moda angkutan di Indonesia.

Cris menegaskan,  perlu ada perimbangan porsi angkutan logistik di Indonesia. “Saat ini angkutan logistik masih terlalu mengandalkan angkutan jalan (darat) dengan presentase 90,4 persen. Sementara (angkutan) laut hanya 7 persen dan penyeberangan (ferry) hanya 2 persen. Kemudian kereta api malah hanya 0,6 persen,”urainya

Sebabnya ? kata Cris, merupakan salah satu penyebab tingginya biaya logistik nasional. Untuk itu Peningkatan penggunaan angkutan laut, penyeberangan, dan kereta api akan meningkatkan efisiensi karena kapal dan kereta api merupakan moda angkutan dengan biaya terendah bila dikomparansi dengan kemampuan angkutnya. “Pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi yang mengatur keterpaduan angkutan multimoda. Mulai dari Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Menteri Perhubungan. Sehingga diharapkan bisa mendorong partisipasi dan kolaborasi yang lebih selaras dari banyak pihak,” tambah Cris Kuntadi.

Dalam diskusi tersebut, Direktur Utama Pelindo Marines Service (PMS) (Pelindo III Group) Eko Hariyadi Budiyanto menyebutkan,  bahwa marine & logistics merupakan sektor jasa yang relatif bisa bertahan, bahkan berkembang, di masa pandemi covid-19 ini. “Potensi ekonomi dari sektor marine & logistics juga terbuka dari pasar internasional, yaitu jasa pemanduan di Selat Malaka, perairan internasional di wilayah Indonesia, Malaysia, dan Singapura,” ungkapnya

Lebih lanjut Eko menjelaskan, bahwa setidaknya ada sekitar 75 ribu kapal per tahun yang melintasi Selat Malaka,  sedangkan PMS yang notabene nya anak Usaha PT Pelindo III juga ditunjuk untuk mengelola  jasa pemanduan internasional tersebut. “Layanan marine dan logistik yang terintegrasi sangat potensial, tidak hanya pemanduan kapal, tetapi juga dikembangkan ke penundaan kapal, ship-to-ship transfer, bunkering, supplies, spare parts, hingga kru kapal. Sehingga potensi ekonomi maritimnya sangat besar untuk digarap dengan kolaborasi bersama,” Pungkasnya.(han/red)

###

 

Facebook Comments