SURABAYA, BERKASNEWS.COM –Korupsi Pengadaan tangki pendam fiktif oleh dua pejabat PT DOK & Perkapalan Surabaya (DPS) akhirnya mendapat vonis kurungan dengan hukuman 4 tahun 3 bulan. dua pejabat PT DPS yang dijatuhi hukuman penjara oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya tersebut adalah, mantan Direktur Administrasi dan Keuangan Nana Suryana Tahir, dan mantan Direktur Produksi I Wayan Yoga Djunaedy.
Tidak hanya itu, dua pejabat PT DPS yang tersandung korupsi pengadaan proyek tangki pendam fiktif senilai Rp 179 milliar itu, juga dijatuhi hakim dengan denda Rp 100 juta dan vonis pembayaran uang pengganti. Apabila, keduanya tidak sanggup membayar, maka vonis tambahan itu dapat diganti dengan pidana kurungan, sebagaimana yang tercantum dalam putusan,“Terdakwa dihukum 4 tahun dan 3 bulan penjara dan denda 100 juta rupiah, subsider 3 bulan kurungan. Serta menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar 900 ribu dolar,” kata Hakim Dede Suryaman, SH, MH selaku ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum’at (5/10/2018).
Berdasar sumber yang dikutip, dua pejabat PT DPS ini dinyatakan bersalah karena terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18, Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Sementara, vonis hakim yang dijatuhkan kepada dua pejabat terdakwa korupsi itu lebih rendah dari tuntutan sebelumnya yang menuntut keduanya dengan tuntutan 5 tahun penjara.
“Kami juga pikir-pikir majelis,” kata Jaksa Katrin Sunita kepada RMOLJatim menanggapi putusan hakim tersebut. Ungkapan tersebut merupakan pengakuan dari kedua terdakwa yang belum menentukan sikap antara mengajukan upaya hukum atau menerima vonis tersebut.
Kasus korupsi ini bermula saat PT DPS menandatangani kontrak kerja dengan PT Berdikari Petro untuk melakukan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi. Dalam pelaksanaannya, PT DPS melakukan subkontrak atas proyek senilai Rp 179.928.141.879 itu kepada AE Marine, Pte. Ltd di Singapura, yang kemudian merekayasa progres fisik (bobot fiktif) pembangunan tangki pendam.
Lantas, PT DPS mentransfer sebesar 3.9 juta US Dollar kepada AE Marine. Pte, Ltd. Namun, dalam pelaksanaannya, justru tidak ada pekerjaan di lapangan atau di lokasi proyek. Sebaliknya, dana itu digunakan untuk menutup kekurangan pembayaran pembuatan dua kapal milik Pertamina kepada Zhang Hong, Pte. Ltd, yang telah mempunyai anggaran tersendiri.
Kontrak antara PT DPS dengan Zhang Hong. Pte, Ltd tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang/jasa sehingga merugikan PT DPS. Atas pengadaan proyek fiktif tersebut, penyidik Pidsus Kejagung RI menemukan kerugian yang nilainya mencapai US$ 3,3 juta atau setara Rp 33 miliar.
Kasus ini akhirnya menjerat 4 pejabat PT DPS sebagai pesakitan. Keempatnya adalah, Dirut PT DPS, Muhammad Firmasnyah Arifin yang juga pernah menduduki jabatan ‘orang nomor satu’ di PT PAL Surabaya, mantan Direktur Administrasi dan Keuangan Nana Suryana Tahir, mantan Direktur Produksi I Wayan Yoga Djunaedy, serta mantan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Muhammad Yahya. (aji/ms/han)