SURABAYA, BERKASNEWS.COM-Agenda pembelaan sidang dugaan pemalsuan keterangam nikah oleh Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (17/12).
“sidang hari ini agendanya pembacaan nota pledoi, dan terbuka untuk umum, “kata ketua majelis hakim Dwi Purwadi.
DR. Hotma Sitompoel SH MHum, selaku ketua tim penasehat hukum kedua terdakwa menyampaikan kesiapaannya pun oleh masing-masing masing terdakwa juga akan membacakan pembelaan nya, “Sudah yang mulia, masing masing terdakwa juga akan mengajukan pembelaan,” kata Hotma.
Adapun isi pembelaan dari terdakwa Henry dan Iuneke Anggraini, intinya menyangkal dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Ali Prakoso.
“Saya yakin aktor perkara ini sama dengan perkara yang lain. Jika ingin mereka saya sakit saya sudah sakit. Jika mereka ingin saya dipenjara saya sudah dipenjara,”ujar Henry saat membacakan nota pembelaannya.
Iuneke Anggraini sendiri menganggap, JPU tidak bisa membuktikan dakwaanya, karena semua saksi yang dihadirkan dal persidangan tidak bisa membuktikan dakwaan jaksa. Ia pun mengaku tidak takut dengan tuduhan jaksa namun optimis dan menyakini majelis hakim yang diketuai Dwi Purwadi akan menegakan keadilan atas kasus yang dihadapinya.
“Saya ini ibu dari 3 orang anak. Saya dipisahkan dari anak anak apalagi saya tidak bersalah. Maka saya mohon pada yang mulia, pulangkan saya pada anak anak saya. Saya tidak pernah takut tuduhan JPU saya yakin yang mulia akan menegakkan keadilan dan menggunakan hati nurani,”kata Anggraini saat membacakan nota pembelaannya yang diwarnai isak tangis
Lain dengan pembelaan tim penasehat hukumnya yang mengungkapkan bahwa adanya pesanan dalam kasus Henry dan Istrinya. Hotma Sitompoel menyebut, JPU Ali Prakoso tidak menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, melainkan hanya mengikuti orang ketiga yang merupakan pengusaha di Surabaya.
“JPU tidak bertindak penegakan hukum bahkan mengikuti perintah dari dalang kasus ini. Hong Hek Soei dan Teguh Kinarto,”kata Hotma Sitompoel saat membacakan nota pembelaannya.
Tim penasehat hukum juga menilai jaksa dan hakim kompak tidak menghadirkan Notaris Atika Ashiblie ke persidangan.
“Kasus ini terkait pemalsuan akta otentik dan produk itu di buat oleh notaris tapi jaksa dan hakim kompak tidak menghadirkan Notaris Atika Ashiblie ke persidangan,” urainya
Ia pun mengatakan, Keterangan Dirut PT Graha Nandi Sampoerna (GNS) Iriyanto Abdoella dinilai tidak tau apa apa dengan akta notaris nomor 15 dan 16 yang dijadikan alat bukti untuk menjerat kedua kliennya.
“Saksi pelapor Iriyanto, dia tidak tau apa apa. ini menunjukan dia orang suruhan dari Hong Hek Sooi dan Teguh. Faktanya saksi pelapor tidak tau dimana akta 15 dan 16 dibuat, Siapa saja yang tanda tangani dan kebenaran akta tersebut,”ungkap Hotma.
Maka berdasarkan uraian pembelaannya setebal 105 halaman tersebut, Hotma meminta agar Henry dan Istrinya dibebaskan dari tuntutan hukum.
“kami berharap agar majlis Hakim menerima seluruhnya pembelaan, yakni menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Membebaskan terdakwa dan melepaskan dari tuntutan hukum. Mengembalikan alat bukti, mengeluarkan dari Rutan, merehabilitasi nama baik para terdakwa, bebankan biaya perkara pada negara,”pintanya
Sedangkan JPU Ali Prakoso menanggapi pembelaan tersebut secara lisan.
“Kami tetap pada tuntutan,”ujar JPU Ali Prakoso.
Usai persidangan, Hotma membeberkan alasannya meminta Henry dan Iuneke dibebaskan dari tuntutan hukum, diantaranya, akta otentik tidak pernah dihadirkan asli, Notaris tidak pernah dihadirkan dalam persidangan dan pembuktian tidak sempurna.
“Maka pembuktian nya menjadi tidak sempurna, yang jadi objek masalah adalah akta otentik yang dibuat oleh notaris Atika Ashiblie,”kata Hotma
Dijelaskan Hotma, Henry dan Iuneke tidak memberikan keterangan palsu karena faktanya sudah melakukan perkawinan secara adat Tionghoa pada tahun 1998.
“Sehingga mereka sah sebagai suami istri. Bukan resmi , kalau resmi itu dicatat melalui institusi negara,”tandasnya. (an/di)