SURABAYA, BERKASNEWS.COM –Kebijakan PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) yang dianggap sepihak dan tidak sejalan dengan Undang- Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran akhirnya menuai protes, kebijakan Anak Perusahan PT Pelabuhan Indonesia (pelindo) III yang mengelolah Dermaga Berlian ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor : SE.005-00/I/BJTI-2018 tentang Ketentuan Pelayanan Bongkar Muat Peti kemas di Terminal Berlian, hal ini dirasa memberatkan dan dikeluhkan pelaku usaha, khususnya di bidang kepelabuhanan. Selain memberatkan dan tanpa sosialisasi, SE tertanggal 29 Januari 2018 tersebut dinilai sepihak sebab tanpa ada sosialisasi
“SE BJTI itu banyak yang janggal dan tidak masuk akal. Apalagi aturan ini tidak disosialisasikan. Coba bayangkan, surat edarannya keluar tanggal 31 Januari 2018 dan diberlakukan tanggal 1 Februari 2018,” ungkap Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Deddy Suhajadi, Minggu (4/2/2018).
Selain itu, kata Deddy, dalam SE yang diterbitkan PT BJTI itu banyak mewajibkan ketentuan pengenaan tarif bongkar muat yang tidak sesuai dengan amanat UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Deddy juga menyinggung hak penentuan tarif yang dikenakan tersebut, bukan menjadi ranah BJTIPort, selaku pemilik jasa. “Karena, yang berhak menentukan tarif adalah Otoritas Pelabuhan, selaku regulator sesuai UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,” ujar Deddy.
Dengan begitu, lanjut Deddy, Pelindo III, dalam hal ini diwakili anak perusahannya, PT BJTI atau yang kini berubah nama menjadi BJTIPort tidak memiliki hak menentukan tarif di pelabuhan. Alasannya, BJTIPort maupun Pelindo III hanya sebagai Terminal operator dan bukan pengambil kebijakan dalam penentuan tarif jasa.
“Kondisi ini tercipta karena di sana sudah tercipta iklim monopoli, tidak ada tawar menawar dan langkah sosialisasi yang dilakukan bersama pengusaha. Untuk itu, kami mengimbau, pengusaha menolak dan tidak menaati ketentuan yang dikeluarkan BJTI itu,” tambahnya dikonfirmasi.
diungkapkan, kebijakan tersebut dinilai sangat memberatkan pengusaha menengah kecil yang tidak bisa mengirim barang dalam satu kontainer dari gudang. Katanya, pengusaha menengah kecil, biasanya mengirimkan barangnya dengan menggunakan jasa pelayaran dengan biaya sekitar Rp 530 ribu per kontainer.
“Sangat-sangat merugikan pengusaha, utamanya pengusaha menengah kecil, karena harus menanggung biaya ganda, biaya saat memasukkan barang ke kontainer dan biaya parkir di Lapangan Kontainer Lini I milik BJTI,” tegasnya.
Dijelaskan, dalam aturan baru yang dikeluarkan BJTIPort dan ditandatangani Warsilan, selaku Direktur Operasional dan Teknik PT BJTIPort tersebut terdapat ketentuan wajib stack muat 100% dari total muatan kapal di Container Yard Lini I. Deddy mengatakan, biaya tertanggung dikenakan BJTIPort tersebut mencapai Rp 989 ribu per kontainer.
“Kami akan bawa kasus ini ke Kadin Pusat untuk dilanjutkan ke Pemerintah Pusat. Karena, kami anggap sudah tidak sejalan dengan Tol Laut yang didengungkan pemerintah saat ini,” tandasnya(sa/han)