Transformasi Operasional, SPTP Tekan Cost Logistik

201

 SURABAYA, BERKASNEWS– Menstandarisasi cara kerja, subholding PT Pelindo terminal petikemas (SPTP) menjadi program utama untuk memperkuat pelayanan dan menekan port stay  atau waktu singgah kapal dengan tujuan mengurangi ketimpangan operasional terminal petikemas diwilayah Indonesia  timur dan barat.

” Memang dalam 2 tahun ini program utama kita adalah mentransformasi cara kerja kita,
Kadang-kadang kita ini merasa terminal kita kurang luas, kurang  alat, kurang yard, padahal mungkin cara kerja kita yang kurang optimal ” tutur Direktur Utama PT Pelindo Terminal petikemas, M.Adji, kamis (13/4/2023).

Lanjut Adji, Penambahan alat bisa dilakukan namun memastikan dengan melihat 2 tahun terakhir  setelah kita lakukan transformasi cara kerja kita, apa memang kurang alat atau tidak, kalau langsung kita tambah alat padahal belum terjadi,  “beberapa terminal utama setelah  kita transformasi malah ada alat yang tersisa contoh adalah belawan sebelum ditransformasi kinerjanya relatif biasa-biasa saja tapi setelah di transformasi cara kerjanya, SDMnya, kinerjanya lompat tapi alatnya sisa ada sisa 3 RTG,” urai Adji

Jadi kata Adji, melakukan investasi itu
Terakhir setelah kita melakukan dan mengoptimalkan SDM yang ada dengan cara mengoperasikan dengan baik dulu, ” tapi  kalau masih kurang ya mau tidak mau kita tambah alat,” ujarnya

Subholding pelindo terminal petikemas saat ini mengelola 27 terminal yang tersebar diseluruh Indonesia, pihaknya menargetkan sampai tahun depan akhir seluruh terminal tersebut rampung distandarisasi,  ” hingga saat ini sudah ada 6 terminal yang sudah selesai optimalisasinya, ada belawan, Makasar, sorong, Bitung, ambon, jadi seluruh terminal kita riting dulu mana tingkat kematangan terminal sehingga kita urutkan mana yang lebih urgen kita kerjakan” kata Adji

Selain itu Perusahan yang berkantor pusat di jalan perak timur tersebut juga  meningkatkan percepatan operasional terminal peti kemas sehingga meningkatkan produktivitas dan mengurangi waktu singgah kapal.
Dengan harapan mampu memberikan benefit bagi pengguna jasa dan mendorong pertumbuhan serta pemerataan ekonomi nasional.

“Misalnya, menjadikan satu pelabuhan menjadi pusat distribusi peti kemas di wilayah tertentu. Ini sudah dilakukan di Terminal Peti Kemas (TPK ) Sorong sebagai hub peti kemas di wilayah Indonesia Timur,” ungkapnya

Bagi pengguna jasa, dengan tranformasi operasional terminal peti kemas ini maka mampu mengurangi port stay yang akan berujung pada cost logistic bisa ditekan sebab durasi alur pengiriman barang atau logistik semakin cepat dan mudah.

“Nah, bagi SPTP juga menguntungkan. Biaya operasional bongkar muat bisa ditekan dan potensi peningkatan trafik kapal. Selain itu efisiensi biaya bahan bakar serta capcity unlock,” ujarnya

Adji mencontohkan waktu singgah kapal atau port stay di TPK Sorong, Papua. Sebelum merger, port stay sekitar 72 jam. “Kini, waktu singgah kapal berkurang drastis menjadi 24 jam atau sehari” tandas Adji

Di sisi lain, upaya meningkatkan arus peti kemas luar negeri dilakukan dengan penyediaan terminal yang berfungsi sebagai transshipment internasional. Saat ini, SPTP tengah melakukan kajian yang menyeluruh untuk menentukan lokasi dalam pengembangan pelabuhan transshipment internasional.

Diharapkan, kapal-kapal besar dari luar negeri bisa masuk ke Tanah Air dan melakukan aktivitas bongkar muat di pelabuhan transshipment internasional. “Ekosistem pelabuhan harus kuat dan bisa bersaing dengan negara tetangga. Pelabuhan transshipment internasional bakal bersaing langsung dengan negara tetangga,” pungkasnya

Facebook Comments