Tingkatkan Produktivitas, BJTI Port Terapkan Reward & Punishment untuk Perubahan

SURABAYA, BERKASNEWS.COM– Berawal dari keyakinan bahwa semua pekerja di Pelabuhan pasti ingin kinerjanya lebih bagus. Dari keyakainan itu maka Berlian Jasa Terminal Indonesia Port (BJTI Port) mencoba mengajak aktif para stakeholder di Terminal Berlian  untuk memahami arti produktivitas yang sebenarnya, terlebih para Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), yang selama ini image-nya TKBM adalah salah satu penyebab lambatnya bongkar muat (B/M) di Pelabuhan. “Tidak benar bahwa kelambatan bongkar Muat itu faktornya TKBM,” tutur Hot R Marihot, Direktur Utama PT BJTI Port, Kamis (25/10/2018).

Disamping itu anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia (Persero)/Pelindo III ini juga melakukan perubahan-perubahan di semua lini baik secara teknis, maupun dalam hal pelayanan lainnya yang kesemuanya dalam rangka meningkatkan produktivitas.

“Yang pasti, kami ingin melakukan perubahan. Kan ada hastagh #BJTIBerubah, dan #BJTITerminalPerubahan,” ujar Hot, sapaan akrabnya.

Perubahan yang dilakukan perusahaan yang berkantor di Jl Perak Barat ini cukup signifikan adalah soal B/M, dengan memberlakukan pembayaran terhadap TKBM melalui satuan per box yang semula teknis pembayarannya per shift, BJTI pun tidak mempermasalahkan jumlah TKBM mau 12 orang atau 16, kendatipun ada aturan untuk B/M peti kemas harus 12 orang. Namun, karena sudah ada kesepakatan dengan satuan per box dengan harga yang juga disepakati maka manajemen BJTI Port tidak ingin berpolemik dengan jumlah TKBM tersebut. “Saya tidak minta 12 orang atau 16, pokoknya kami bayar per box, soal itu terserah TKBM-nya,” tambah pria berpostur tinggi ini.

Pola seperti ini pun berhasil diterapkan di terminal Berlian yang dikelola BJTI Port. Terbukti, sistem ini mulai diterapkan hingga kini produktivitasnya tumbuh mencapai 100% lebih. Ini dikarenakan kinerja TKBM semakin cepat, misalnya yang semula B/M satu kapal membutuhkan waktu 48 jam, dengan pola ini bisa hanya 24 jam. Sehingga, TKBM bisa melakukan B/M kapal berikutnya dan seterusnya. 

Akumulasi inilah yang mendongkrak produktivitas, tentu juga perubahan di lini yang lain turut membantu meningkatkan produktivitas. Misalnya, pergantian operator RTG, semula para operator turun dulu, baru kemudian oparator penggantinya baru naik.

Sekarang, dibalik operator penggantinya naik dulu, Sehingga operasional tidak sampai berhenti. Padahal, pola lama tersebut membuang waktu sia-sia kurang lebih setengah jam.

Taruhlah per jamnya Box Ship Per Hour (BSH)-nya 20, berarti kalau setengah jam hilang 10 BSH dikalikan jumlah RTG yang ada. Misalnya, punya 14 RTG berarti 140 BSH hilang, jumlah itu sama satu kapal.

“Sebetulnya, pola itu sudah dilakukan di terminal-terminal lain. Tapi, untuk di terminal Berlian cukup dahsyat efeknya,” tambah Direktur Operasi PT BJTI Port, Warsilan.

Masih menurut Warsilan, perubahan juga dilakukan di gate/pintu pelayanan. Di gate ini tidak pernah tutup, walau jam istirahat dengan cara aplosan di waktu jam istirahat. Belum lagi soal pengisian BBM  maupun maintenance alat harus dilakukan tidak pada saat sedang operasi. Apalagi, perbaikan harus dilakukan di jam- jam sepi.

“Agar tidak mengganggu operasional ya harus dilakukan di jam tertentu, harus jam 04.00 Wib dini hari – 08.00 Wib pagi. Karena, pukul 08.00 Wib sudah mulai produksi lagi,” tandas pria kelahiran kota Ronggolawe ini.

Belum lagi, perubahan teknis B/M, Tambatan kapal yang semula 11 sekarang dikurangi menjadi 9 tambatan, penataan alur keluar masuknya  Truck, dan masih banyak Perubahan yang sudah dilakukan BJTI Port.

Disamping itu, BJTI Port pun selalu support dan menyediakan hal yang dianggap kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas. Misalnya, memberikan HT kepada TKBM.

“Pokoknya kalau untuk kepentingan peningkatan produktivitas, kami siap support kok. Yang penting kami saling pengertian,” tambah Hot.

Bukan itu saja, manajemen BJTI Port juga mendekatkan dan mengajak aktif para pegawai maupun TKBM. Agar terjadi keterbukaan serta komunikasi yang baik, dengan cara ngopi bareng, nonton bareng terlebih  terhadap TKBM. Dengan harapan, mereka sadar dengan keselamatan.

Maka manajemen berusaha mengenalkan apa itu Health Safety and Security Environment (HSSE). Kemudian, apa itu alat pelindung diri (APD), dan kegunaannya. Harapannya, kinerja semakin bagus dan ber-impact pada kenaikan produktivitas. Maka BJTI Port menerapkan reward and punishment yang diberlakukan pada semua pelaku, mulai operator, TKBM maupun pelayarannya.

Untuk operator mendapat penghargaan insentif apabila kinerjanya bagus. Sementara, untuk TKBM sendiri, sebanyak 5 orang akan diberangkatkan umrah ke tanah suci. Dengan catatan, kinerjanya juga baik, dan tetap memiliki produktivitas tinggi sebagai penilaian utama. Tentu saja, jika produktivitasnya naik, jumlah orang yang diberangkatkan ibadah umrah bisa bertambah. “Ini pun berlaku sama bagi pelayaran,” kata Hot.

Lantas, bagaimana dengan pola punishment? Hot menjelaskan, hukuman pun juga diberlakukan jika yang bersangkutan tidak memenuhi capaian produktivitas atau melakukan hal tidak bagus. Misalnya, operator tidak dapat insentif atau dapat peringatan, bahkan sampai dikeluarkan.

“Hal yang sama juga dilakukan pada TKBM, kalau penilaiannya tidak bagus (kriteria produktivitas-red) tidak ikut diumrahkan. Bukan berarti kami kejam, tapi profesional dan proporsional,” lanjut Warsilan.

Alhasil, faktor keterlambatan bongkar muat yang selalu dialamatkan ke TKBM sebagai penyebabnya, kini terbantahkan. Bahkan, TKBM di Terminal Berlian lebih pro aktif dan kooperatif. Tidak jarang para TKBM di Terminal Berlian menanyakan jika tidak ada muatan.

Iklim kinerja yang kompetitif dan sehat ini harusnya ditiru terminal lain. Kalau pun masih ada keterlambatan B/M faktornya bukan karena TKBM-nya yang malas, melainkan ada faktor lain di luar TKBM.

“Misalnya kapal-kapal menunggu muatan dari Depo, dan ada lagi isu keterlambatan B/M karena  pemasangan sepatu petikemas tidak bagus. Sehingga TKBM harus melepas satu per satu. Ini di luar kemampuan BJTI,” tutup Warsilan. (Subhan)

Facebook Comments